Foto : Ilustrasi |
Manajer Kampanye Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Edo Rakhman, mengatakan, kerusakan lingkungan mungkin terjadi karena batu akik kebanyakan mengendap di dalam tanah sehingga para penambang berupaya untuk membongkar lapisan tanah bahkan hingga kedalaman 20 meter.
“Apalagi jika pasar semakin ramai dan semakin banyak peminatnya, maka sangat terbuka kemungkinan untuk itu (kerusakan lingkungan),” jelasnya kepada Greeners, Jakarta, Senin (002/03).
Menurut Edo, krisis yang ditimbulkan tentu terletak pada kualitas lingkungan yang akan menurun. Selain itu, lahan pertanian di sekitar tambang akik juga akan terganggu. Bukan tidak mungkin lahan pertanian tersebut beralih fungsi jika masyarakat pemilik lahan berpikir lebih menguntungkan jadi penambang batu akik dibanding menjadi petani.
“Erosi dan sedimentasi yang mengarah ke sungai tentu semakin meningkat dan yang paling ditakutkan adalah konflik sesama penambang karena perebutan lahan olahan. Hal ini sangat mungkin terjadi apalagi kalau harga batu itu kian meningkat serta tidak menutup kemungkinan akan ada korban karena prakteknya sangat manual,” terang Edo.
Sementara itu, Deputi Pencemaran Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Karliansyah kepada Greeners menyatakan bahwa pemerintah sebenarnya menyadari akan adanya potensi kerusakan lingkungan akibat penambangan batu akik yang semakin menjamur belakangan. Oleh karena itu, tuturnya, Kementerian Lingkungan Hidup berharap agar para penambang patuh pada peraturan dan tidak melakukan aktivitas penambangan yang dapat merusak lingkungan.
“Tentu kita mengingatkan pemerintah daerah. Contoh yang paling gampang dilihat adalah dampak penambangan emas rakyat yang banyak menggunakan merkuri lalu masuk ke badan air, ini kan jadi masalah untuk masyarakat di wilayah hilir,” jelasnya.
Sumber : greener.co
publisher : Wawan